Memaknai Arti “Memantaskan Diri”, Ternyata Ini Bukan untuk Siapa pun Jodohku Nanti

Sekian tahun lalu, istilah “memantaskan diri” jadi sebuah bintang. Kalimatnya bau romantis sekalian keramat, mengarah pada usaha keras perjuangkan sebuah jalinan salah satunya triknya dengan mengoreksi diri sendiri. Sebab ucapnya orang yang bagus akan bersama orang yang bagus juga. Jadi, saya mulai lakukan banyak pembaruan besar. Jadi suka masak, sebab ucapnya c0wok senang cewek yang dapat masak, dan lain-lain. Sampai pada akhirnya saya sadar satu hal.

Kenapa harus memperbaiki diri sendiri supaya bisa diterima oleh seseorang? Tidakkah, seharusnya kita memperbaiki diri supaya bisa diterima oleh diri kita? Kenapa harus buang rutinitas-kebiasaan jelek supaya tidak ditinggal pasangan? Tidakkah seharusnya beberapa hal jelek itu ditinggal supaya kita jadi lebih bagus untuk diri kita? Rupanya sejauh ini saya mengartikan kalimat itu dengan salah. Memantaskan diri, seharusnya tidak untuk siapa saja pasanganku kelak, tetapi untuk diriku sendiri. Apakah beda? Banyak.

Dahulu arahku memantaskan diri ialah agar disegera jodohnya. Supaya saya tidak kembali lagi alami sakitnya putus semangat. Karena itu, tanpa sadar saya jadikan diriku object untuk sebuah standard di luar. Saya jadi terdiam dari sesuatu yang diharapkan oleh pasanganku. Wanita seperti apakah sich yang ia senang? Hoby apa yang membuat nilaiku di matanya makin bertambah? Sikap apa yang perlu kupunya agar ia makin sayang? Ia senang dengan selebgram ini, oh, bermakna saya harus jadi seperti sang selebgram. Saya selalu menanyakan apa yang membuat nyaman, sampai saya lupa menanyakan pada diriku sendiri apa yang membuatku nyaman.

Kemungkinan tidak pernah ada pengertian yang mutlak untuk sebuah kata “patut”. Karena yang patut pagi A, belum pasti patut untuk B dan C. Karena itu, sebuah kekeliruan jika saya cari rujukan kelayakan diri di luar diriku. Kemungkinan itu yang membuat proses ini sangat terasa meletihkan. Karena mengikut standard dari pihak lain itu berat. Sebab saya pengin jadi seorang yang patut buatnya karena itu aku juga habis-habisan mengikut “seleranya”. Kuabaikan semua kekuatan diri kita dan jadi seorang yang ia ingin. Ah, capek sekali rasanya jadi seorang yang bukan saya.

error: Content is protected !!